Etika merupakan
pemikiran kritis yang mendasar mengenai ajaran-ajaran moral, tapi selama ini
banyak orang menyamakan etika dengan moral. Franz Magnis-Suseno menyebutkan
bahwa Moral adalah wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, serta
kumpulan peraturan dan ketetapan lisan maupun tulisan, tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Oleh
karena itu etika harus dibedakan dengan ajaran moral.
Ajaran moral
mentapkan bagaimana manusia harus hidup, apa yang boleh dilakukan dan apa yang
tidak. Sedangkan etika membantu seseorang untuk mengerti mengapa ia harus
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana ia dapat mengambil sikap
yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Dengan kata
lain etika menuntut agar seseorang melakukan sesuatu sesuai dengan ajaran moral
karena ia sendiri tahu dan sadar bahwa hal itu memang baik bagi dirinya sendiri
dan orang lain. Ia sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sepantasnya
seperti itu.
Lalu apa yang
dimaksud dengan etika bisnis? Bertens menyatakan bahwa etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi kritis tentang
moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Apa yang dilakukan manusia selalu
berkaitan dengan seperti apa moral yang ia miliki, dan kegiatan bisnis
merupakan salah satu bentuk kegiatan manusia. Bisnis seharusnya dimulai dari
sudut pandang moral, sama seperti kegiatan manusia yang lainnya yang dinilai
dari sudut pandang moral. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika bisnis merupakan alat bagi para
pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis mereka dengan lebih bertanggung jawab
secara moral.
Bisnis
merupakan kegiatan ekonomis. Hal-hal yang terjadi dalam kegiatan ini adalah
tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan, serta
interaksi manusiawi lainnya, dengan tujuan memperoleh keuntungan. Lalu apa
hubungan antara Etika bisnis dan tujuan memperoleh keuntungan dengan melakukan
kegiatan bisnis? Etika bisnis sanagat
diperlukan dan harus digunakan para pelaku bisnis untuk menjaga kredibilitas
dan kualitas bisnisnya.
Beberapa kasus
pelanggaran etika bisnis kerap terjadi dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.
Sebagai bagai contoh adalah kejadian beberapa tahun lalu yang melibatkan dua
perusahaan komunikasi yang terlibat dalam perang iklan. Telkomsel dan XL
merupakan dua perusahaan penyedia jasa komunikasi ternama di Indonesia. perang
iklan ini berawal ketika XL mempublikasikan iklan dimana Sule (pelawak) yang
sedang naik daun beradu peran dengan Baim (artis cilik) dan Putri Titian.
Ketiga public figure ini bermain dalam iklan yang ingin menyampaikan bahwa
Tarif XL lebih murah jika didibandingkan dengan tarif Telkomsel. dalam iklan
itu Baim disuruh Sule untuk bilang, “Om Sule ganteng”. Tapi dengan kepolosan
dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa sutradara) si Baim ngomong, “om
Sule jelek”. Setelah itu, Sule kembali menyuruh Baim bilang “om Sule ganteng”,
tapi kali ini Sule membujuk baim dengan cara memberikan es krim. Tapi tetap saja
si Baim ngomong, “om Sule jelek”. Diakhir iklan, XL membuat selogan, “sejujur
Baim, sejujur XL”. Iklan ini langsung dibalas dengan Telkomsel dengan
meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan Sule, tapi diiklan
tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata kata yang kurang lebih
berbunyi seperti ini, “makanya jangan mau diboongin anak kecil..!!” Tidak cukup
sampai di situ, Kartu AS meluncurkan bintang baru dengan iklan Sule. Di Iklan
tersebut, Sule menyatakan bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS
yang kataya mrahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok
dibohongi anak kacil sambil tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar
operator sebenarnya sudah lama terjadi. namun kasus antara TELKOMSEL dan XL ini
tergolong parah. Biasanya tidak ada perang iklan yang sampai saling bajak
Artis. Dalam perang ini bintang iklan XL, Sule, pindah ke produk competitor
dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan. Dan parahnya lagi pada kasus ini, saat
iklan XL masih diputar di televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan”
dengan menggunakan bintang iklan yang sama.
Menurut saya
bukanlah hal bermanfaat yang dilakukan oleh kedua operator tersebut, justru
mungkin akan banyak konsumen hanya tertawa melihat iklan-iklan tersebut dan
yang paling ekstrim mungkin akan meninggalkan loyalitas mereka terhadap produk
tersebut. Karena apa ? karena perilaku iklan-iklan tersebut seperti perang,
terus saling menyerang produk lawan tapi bukan terus memperbaiki kualitas
produk mereka masing-masing.
Ternyata iklan
yang melanggar etika bisnis yang dilakukan oleh dua operator telekomunikasi di
atas bukanlah saat-saat ini saja, mungkin masih ada yang masih ingat iklan
operator telekomunikasi XL yang bercerita tentang seorang pria yang menikah
dengan monyet dan kambing. Sangatlah mengiris hati, konsumenlah yang
direndahkan dalam iklan tersebut. Iklan XL tersebut di nilai memperolok dan
merendahkan martabat manusia, bahkan beberapa pihak seperti BRTI( Badan
Regulasti Telekomunikasi Indonesia) menyatakan bahwa iklan tersebut kebablasan.
Dalam menjaga
dan mempertahankan loyalitas pelanggan, tidak perlu sampai menjelek-jelekan
produk lain. Karena itu hanya menjadi nilai minus produk kita dan mungkin saja
dinilai konsumen telah gagal dalam persaingan. Perang tarifpun tudak perlu
terjadi begitu ekstrim, karna faktanya dengan terjadinya perang tarif otomatis
terjadi penekanan biaya dalam perusahaan tersebut. Dan faktanya itu justru
mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan. Hal terbaik yang dapat dilakuakna
adalah meningkatkan terus kualiatas bisnis dan pelayanan. Dengan adanya
kepuasan konsumen, maka dengan sendirinya cerita dari mulut konsumen akan
sangat membantu proses kelangsungan bisnis bahkan pertumbuhan bisnis. Sering
kali harga yang mahal pun tidak menjadi soal atau factor yang signifikan
terhadap kepuasan konsumen jika pelayanan yang diberikan kepada konsumen sebanding
dengan harga yang harus dibayar.
Sumber
sumber
0 komentar:
Posting Komentar