Di zaman yang semakin maju ini, semakin banyak
kegiatan bisnis baru yang bermunculan karena melihat prospek cerah market
leader. Akibatnya banyak pemilik modal yang dengan bebasnya membuka sebuah
usaha tanpa mengetahui bahkan mengabaikan etika-etika yang ada. Dinegara Negara-negara
yang sedang berkembang, supremasi hokum belumlah sebegitu tegaknya selayaknya
dinegara-negara maju. Inilah yang menjadi dilemma, dimana masih begitu terasa
Money Power dalam dunia penegakan hukum. Pendidikan hukum dan etikan terus
dilakukan, penegakan hukum tidak henti-hentinya dilaksanakan, tetapi
pelanggaran terus saja terjadi. Hal-Hal ini terkait dengan semua stakeholder (pihak-pihak
yang terkait dalam penegakkan hukum ini), baik masyarakat yang diatur perilaku
dan perikehidupannya, pemerintah, swasta, baik para penegak hukum itu sendiri.
Di sana-sini masih banyak terjadi penyalahgunaan wewenang, jabatan, kesempatan
sehingga banyak terjadi pelanggaran hukum tanpa penegakan hukum yang berarti.
Inilah yang menjadi dilemma yaitu keinginan ada tetapi pelaksanaan tidak ada.
Dari teori etika hal ini dapat ditinjau juga dari dua
hal diatas, yaitu bagaimana cara melakukan pendidikan hukum dan etikanya dan
bagaimana cara melakukan penegakan hukum dan etika bagi para stakeholder. Etika merupakan pemikiran kritis yang
mendasar mengenai ajaran-ajaran moral. Etika membantu seseorang untuk mengerti mengapa ia harus
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana ia dapat mengambil sikap
yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Dengan
kata lain etika menuntut agar seseorang melakukan sesuatu sesuai dengan ajaran
moral karena ia sendiri tahu dan sadar bahwa hal itu memang baik bagi dirinya
sendiri dan orang lain. Ia sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang
sepantasnya seperti itu. Pendidikan etika memang lebih ditekankan kepada
pendidikan moral kepada seluruh stakeholder, hal ini ditujukan agar dengan
mengarahkan pada pendidikan moral, masyarakat dapat dengan sendirinya mulai
menemukan kesadaran untuk menegakkan hukum itu sendiri tanpa adanya
pelanggaran-pelanggaran, karena dasar kehidupan antar individu adalah moral.
Moral tidak akan
mengindahkan agama karena moral itu endiri merupakan lintas agama dan lebih
universal. Dalam agama-agama itu sendiri sudah menganut pengajaran-pengajaran
akan moral. Untuk itu agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui standar moral
secara umum, dan ini haruslah dihormati. Saat ini perkembangan etika sudah
mulai maju, setiap profesi sudah mempunyai etika profesi sendiri-sendiri untuk
mengatur para professional termasuk para professional dibidang hukum untuk
menjalankan professinya dengan nilai-nilai moral yang tinggi. Di berbagai
bidang kehidupan penegakkan moral juga sudah mulai diperhatikan, misalnya
bidang bisnis, pemerintahan, internasional, dan lain-lain.
Korporasi merupakan nama lain dari entitas
usaha kini mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia, dahulu masyarakat lebih
mengenal bentuk badan usaha dengan istilah Naamloze Vennootschaap (NV), CV,
maupun Usaha Dagang (UD) dan lainnya, yang kemudian khusus mengenai NV diubah
nama dan ketentuan hukumnya dengan nama Perseroan Terbatas berdasarkan Undang
Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan selanjutnya ketentuan pada undang – undang
tersebut dinyatakan tidak berlaku dan diubah dengan Undang Undang Nomor 40
tahun 2007. Salah satu indikasi terkenalnya istilah korporasi akhir – akhir ini
dikarenakan korporasi sangat memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan
masyarakat Indonesia dan dunia, pada satu sisi positif korporasi memberikan
kontribusi besar bagi pembangunan industri pada hampir seluruh negara termasuk
Indonesia, dan hal tersebut tentu bukan suatu masalah. Namun yang menjadi
masalah adalah menindaklanjuti pengaruh negatif korporasi dalam kehidupan
masyarakat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
pemerintah amerika serikat menunjukan bahwa pelanggaran – pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh korporasi sangat sulit ditemukan, dan diinvestigasi, atau
untuk dikembangkan secara sukses sebagai kasus – kasus hukum oleh karena
kompleksitas dan kerumitannya. Masyarakat menganggap bahwa kejahatan kerah
putih (White Collar Crime) dan kejahatan korporasi (Corporate Crime) merupakan tindak pidana yang lebih
serius dari pada tindak pidana lainnya seperti pembobolan dan perampokan (Clinard dan Yeager, 1983:5-6). Pada kejahatan biasa umumnya seseorang dapat langsung menyadari
dirinya sebagai korban atas tindakan kejahatan, akan tetapi pada kejahatan
korporasi sering dari korban tidak mengetahui bahwa dirinya telah menjadi
korban kejahatan korporasi. sebagai contoh yang mudah dipahami adalah melihat
aktifitas perusakan lingkungan oleh perusahaan tambang, yang dalam kegiatannya
merusak lingkungan hidup pada daerah tersebut yang kemudian sebagai akibat dari
kegiatan tambangnya mengakibatkan bencana alam seperti halnya pengeboran gas Lapindo brantas di Sidoarjo.
Menurut Prof. Sutan Remy Sjahdeni (2007),
membedakan arti korporasi dalam arti sempit dan arti luas dilihat dari bentuk
hukumnya. Suatu korporasi dikatakan dalam arti sempit jika ia merupakan badan
hukum. sementara dalam arti luas korporasi meliputi korporasi yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum. Selain lain itu menurut DR. Yusuf Sofie (2011) meskipun korporasi bukan
realitas yang hakiki sebagaimana halnya manusia, “eksistensi korporasi”
merupakan realitas hakiki yang ditujukan oleh aktivitas manusia – manusia
sebagai subjek hukum yang bertindak sebagai pendiri, pemegang saham, pengurus
dan karyawan suatu korporasi. Beliau sependapat dengan pemikiran A.C’t Hart
(1986) yang menyatakan bahwa dalam hukum pidana manusia lebih diartikan sebagai
“keberadaan yuridis” (eksistensi yuridis), bukan manusia yang semata – mata
terdiri atas daging dan darah. Argumentasi ini memberikan ruang yang cukup bagi
subjek hukum lain selain dari subjek hukum manuisia, yaitu korporasi.
hal tersebut juda
dijelaskan dalam Undang Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955
Tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi yang
redaksional lengkapnya pada pasal 15 mengatur sebagai berikut :
Jika suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan
oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu
perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan-pidana dilakukan dan hukuman-pidana serta tindakan
tata-tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau
yayasan itu, baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak-pidana
ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian
itu, maupun terhadap kedua-duanya.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kejahatan korporasi sebenarnya dapat di minimalisir
dengan adanya etika-etika yang beriringan dengan kegiatan korporasi. Selain itu
adanya Undang Undang yang dibuat sebagai konsekuensi tindakan kejahatan
korporasi juga dapat menekan maraknya pelanggaran pelanggaran yang terjadi.
Tidak lepas dari kedua hal diatas, kredibilitas penegak hukum juga harus terus
dijaga dan ditingkatkan, dibina mulai dari pendidikan etika seorang
professional.
Sumber Sumber
0 komentar:
Posting Komentar