20 Agustus 2014, sebuah acara yang
telah lama saya rindukan akhirnya terlaksana. Sebuah kerinduan untuk mewartakan
kabar gembira tentang Kristus pada kaum muda dengan cara yang menyenangkan.
Saya selalu percaya bahwa Tuhan datang ke dunia bukan untuk orang-orang benar
saja, tapi juga untuk menyelamatkan manusia berdosa seperti saya.
Jauh sebelum retreat ini dimulai, saya
memutuskan untuk ikut dan ambil bagian dalam kepanitiaan. Untuk mahasiswa
tingkat akhir, ini tentu menjadi keanehan. Disaat mahasiswa lain sibuk
mempersiapkan sidang dan memperbaiki nilai, saya justru sibuk mempersiapkan
retreat. Saya sudah begitu lama ingin membuat kebaruan dalam retreat di KMK.
Saya bingung kenapa kaum muda Katolik di Gunadarma begitu lesu untuk
berkomunitas dan melayani Yesus.
Sejak bapak meninggal, saya jadi tau
betapa Tuhan sungguh baik pada hidup saya dan sudah mempersiapkan
segalanya. Saya yang awalnya sempat menganggap pelayanan itu sia-sia
dan hanya omong kosong, kini sudah sepenuhnya menyadari bahwa tidak
ada pelayanan yang sia-sia. Hidup melayani adalah hidup yang menyenangkan. Dan
Sekarang tiba saat nya bagi saya untuk membalas kebaikan Tuhan itu. Saya ingin
mewartakan betapa Tuhan itu baik, saya ingin menyampaikan pada anak muda, sudah
saatnya kita melayani dan ambil bagian dalam pelayanan.
Belajar dan berkaca dari retreat
sebelumnya, saya jadi berpikir sesuatu dan mungkin itu adalah pemikiran negatif
dari seorang manusia berdosa. Saya kecewa sekali ketika melihat sebuah
perlakuan kepada anak muda (seperti saya yang dulu, nakal, pemberontak, keras
kepala) yang sangat tidak ramah dan tidak merangkul. Saya merasa anak-anak muda
yang seperti itu justru malah disisihkan, bukan justru malah dirangkul dan di
ajak bertobat. Tapi itu adalah pandangan manusia saya, dan semoga saja itu
salah, hanya pemikiran dangkal saya. Tapi diluar itu semua, saya memang
berkomitmen dan sangat ingin membangun kehidupan KMK Gunadarma agar lebih hidup
dan bersemangat dalam melayani.
Dalam perjalanan ke panitiaan, demi
mewujudkan keinginan saya itu, saya justru menjadi pribadi yang keras, tidak
mau mendengar, dan mungkin cenderung membuat panitia yang lain merasa tidak
nyaman. Bahkan ekstrimnya, saya mengatakan sebuah kalimat yang menyatakan bahwa
saya tidak perduli dengan apapun yang akan terjadi nanti, saya akan terus
menjalankan dan mengusahakan retreat ini terlaksana apapun kondisinya. Dengan
kata lain, saya mendahului Rencana Tuhan dan hanya mengandalkan kekuatan
manusia saya.
Perselisihan pendapat sering sekali terjadi antara saya
dengan panitia yang lain, terutama dengan Ketua pelaksana dan penanggung jawab (ketua
KMK). Setelah sebulan persiapan acara berjalan, perselisihan demi perselisihan
semakin sering terjadi. Bahkan tidak jarang berujung pada tangisan ketua
Pelaksana dan ketua KMK. Pada saat itu saya tidak perduli, yang saya anggap
benar hanyalah pemikiran saya. Tanpa saya sadari ternyata sifat manusia lama
yang ingin sekali saya hilangkan justru semakin menggeliat dan menari-nari.
Saya muak dengan tingkah ketua pelaksana yang lembek,
cengeng, pundungan, terlalu sensitif, terlalu khawatir, dan terlalu beralasan.
Buntut dari ke muakan itu saya jadi seolah mengabaikan dia. Sekali lagi saya
terjerat dalam kehidupan manusia lama. Saya terperangkap dengan ego dan lebih
mengandalkan kekuatan saya ketimbang mengandalkan Tuhan. Saya begitu percaya
diri sehingga melupakan bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Tuhan. Saya
menuntut Tuhan agar menyetujui retreat ini berjalan tanpa tau apa rencana Tuhan
yang sebenarnya untuk saya dan KMK Gunadarma.
Dibulan kedua persiapan retreat, ketua pelaksana menghilang
tanpa berita. Saya semakin tidak menganggapnya ada dalam ke panitiaan. Hilang
sudah respect saya untuk ketua pelaksana. Ketika dia muncul lagi dalam rapat,
dia menjelaskan bahwa ternyata orang tuanya sakit dan dia harus menjaganya.
Tapi karena memang saya sudah kesal dan terlanjur hilang respect, saya
mengabaikan semua alasan yang diberikan dan menganggap dia manusia TERalasan
di dunia. Meskipun begitu komitmen dan semangat saya untuk melaksanakan retreat
tetap menggebu.
Satu ketika saya mengadakan latihan nyanyi lagu-lagu untuk
retreat. Saya mengundang seluruh panitia, tapi kemudian tidak ada yang datang
tepat waktu. Bahkan saya sampai harus menunggu lebih-kurang 3jam, dan itu pun
hanya datang beberapa ekor. Saya muak, marah, kesal kepada semua panitia, apa lagi
ketua pelaksana. Saya terus menggerutu dan marah. Kemudian setelah pulang dari
latihan yang gagal itu saya pun tersadar. Saya teringat bahwa Tuhan punya
rencana, Dialah ketua pelaksana sebenarnya. Saya tersadar bahwa saya sudah
melenceng dari tujuan awal saya. Saya mengabaikan Tuhan, saya malah
mengandalkan kekuatan saya sendiri untuk menyukseskan retreat. Kemudian saya
putuskan untuk mulai berserah dan membiarkan Tuhan bekerja lebih banyak, saya
pasrah akan apa rencana Tuhan yang akan terjadi. Saya putuskan untuk tidak lagi
banyak bicara, tidak lagi banyak menekan, dan tidak lagi banyak bercanda. Saya
mulai percaya(lagi) jika Tuhan Berkehendak, retreat ini akan terwujud.
7 Agustus 2014, dengan keputusan yang saya jelaskan diatas,
siapa sangka justru Tuhan mulai menunjukan Kuasanya. Pembicara yang awalnya
saya rencanakan hanya jadi pembawa materi, ternyata menawarkan diri jadi
pemusik dan Worship leader. Sungguh Luar biasa Kuasa Tuhan, Ia menyediakan
sesuatu yang lebih baik, jauh lebih baik dari rencana saya.
10 Agustus 2014, dana masih kurang berjuta-juta, segala
upaya sudah dilakukan untuk mencari dana, undangan dari ketua pelaksana untuk
mencari dana makin sering nyelonong masuk inboks. Tapi karna kekecewaan dan
sikap manusia lama saya yang lebih kuat, saya mengabaikan ajakan itu. Saya
tidak perduli, seolah ingin memberikan konsekuensi dan balasan hilangnya dia
pada bulan lalu. Saya ingin menghilang juga seperti yang dia lakukan.
19 agustus 2014, rapat dan briefing terakhir di Wisma SY.
Seperti biasa panitia datang terlambat, rapat ngaret. Dan saya yang sudah
memprediksi hal itu, sengaja datang terlambat. Saya diam dan sibuk sendiri
dengan laptop serta HP untuk menghindari interaksi dengan ketua pelaksana.
Singkat cerita, dengan sikap saya yang acuh tak acuh terhadap rapat, sikap saya
yang diam tidak berpendapat membuat ketua pelaksana ngambek, nangis, kemudian
pulang. Saat itu, lagi dan lagi sifat manusia lama muncul, saya tidak perduli
dengan dia, dia menangis dan saya hanya berkata "bodo amat, ora urus,
mbasyi" Saya menganggap apa yang dia lakukan adalah murni ke lebayan dan
ketidak dewasaan dia. Akhirnya rapat dilanjutkan oleh ketua KMK. Dan semua
tetep berjalan lancar hingga selesai.
20 agustus 2014, saya berangkat sebagai team Advance. waktu
keberangkatan berubah, semula direncanakan saya akan berangkat tgl 19 malam,
tapi karena mobil yang kami pinjam sedang dipakai pemiliknya, jadi kami
berangkat tgl 20 pagi. Pagi itu suasana masih belum berubah, saya masih ilfeel
dengan ketua pelaksana. Ditambah lagi dia yang mengundang datang tepat waktu
justru malah datang terlambat. Singkat cerita, akhirnya saya berangkat dan tiba
di Puncak Kana kira-kira jam 09.30. Karena waktu Cek in masih
jam 12.00, saya menghabiskan waktu di aula dan mencoba mempersiapkan apa yang
bisa saya persiapkan bersama seorang panitia dari divisi transport.
Banyak kendala yang terjadi di Depok, Mulai dari
keterlambatan peserta Kalimalang, Pergantian BUS dan supir secara tiba-tiba,
Hingga Bus yang mogok dan supir ugal ugalan. Peserta banyak yang mabok dalam
perjalanan, sementara Ketua KMK terpancing emosinya dan meradang dengan keadaan
yang terjadi.
20 agustus 2014, 13.45, Bus peserta tiba lebih dulu dan
peserta langsung saya arahkan untuk makan. Banyak keputusan-keputusan merubah
acara yang akhirnya harus saya lakukan agar semua acara yang ada di rundown tetap
terlaksana. Acara yang seharusnya mulai jam 12.00, masih harus menunggu(lagi)
bus panitia yang ternyata kesasar. Ketua KMK yang ada di bus panitia Bad
mood kepada salah satu panitia transport. Menurutnya panitia transport
tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan, dan bingung saat dimintai
arahan jalan. Singkatnya Panitia transport yang menjadi team advance bersama
saya harus menjemput bus panitia yang nyasar. Tapi kejadian ini ternyata
berdampak buruk tidak baik untuk hubungan komunikasi antara ketua KMK dan
divisi transport.
Ketika acara dimulai, Ketua KMK masih memasang wajah BTnya.
Saya yang menyadari hal itu cuma bisa bertanya, "lu kenapa sih?" dan
kemudian berlalu untuk membangkitkan gairah para peserta yang sudah mulai
lelah. Bersama Team pembicara dan divisi acara, saya mulai sibuk mondar mandir.
Saya sadar saya hanya bergerak sendiri. Saya juga sempat berpikir bahwa pasti
akan ada yang menganggap saya sok sibuk, ribet, mau eksis sendiri, atau
sejenisnya. Tapi saya mengabaikan pemikiran itu, saya tetap melangkah dan tidak
mau menunggu panitia yang tidak inisiatif mengerjakan apa yang harus mereka
kerjakan. Hampir semua panitia justru diam dan malah hanyut dalam acara,
mungkin juga ada yang bingung harus melakukan apa, bahkan Ketua pelaksananya
sendiri justru jadi pelopor syndrom bingung(mungkin). Saya sudah berusaha
mengarahkan beberapa panitia untuk membantu saya, tapi ternyata akhirnya itu
hanya jadi angin lalu. Saya kembali mondar mandir sendiri. Jujur, saya hanya
ingin acara ini berjalan sebaik-baiknya, sesukses-suksesnya. Tuhan sudah
mengizinkan acara ini berjalan, dan saya harus ambil bagian agar acara ini bisa
sukses. Saya bergerak ekstra dengan maksud memberi mereka(panitia) contoh,
memancing mereka untuk ikut bergerak membantu saya. Tapi ternyata cara saya
salah, mereka justru makin bingung harus bagaimana. Dan ketua pelaksananya juga
malah hanyut dalam kebiasaan "gak enakan dan bingungnya". Tapi
ya sudahlah, saya mengabaikan itu, saya hanya mengingat pesan mama, Melayani
itu pasti ada tantangan nya. Dan itu semua adalah tantangan untuk saya.
Acara hari pertama berhasil. Semua peserta mengikuti
acara dengan sangat baik. Kenapa saya berani
bilang demikian? karena seluruh peserta Fokus pada setiap sesi yang ada(2
sesi). Tidak ada peserta yang menyentuh HP saat acara meskipun panitia tidak
menyita HP mereka. Buat saya itu adalah indikator yang dapat menjelaskan bahwa
peserta(bahkan Panitia) hanyut dalam rangkaian acara.
Saat acara hari pertama selesai, kami melakukan evaluasi.
Banyak sekali yang ingin saya sampaikan. dan saya sudah mempersiapkan hati,
memperluas ruang sabar. Saya mengundang team pembicara untuk ikut mengevaluasi
panitia. Dan benar saja, Apa yang saya pikirkan ternyata dipikirkan oleh salah
satu team pembicara. Saya dinilai hanya bekerja sendiri, dia bertanya apa memang
panitia yang lain sibuk, bingung, atau memang saya yang terlalu kesibukan. Dia
juga bertanya kenapa panitia tidak ikut main saat ada games. Dari situ saya
makin ingin mengungkapkan semua yang saya pikir dan rasakan. Tapi sesuai
kesepakatan dan permintaan saya, divisi acara harus menunggu sampai giliran
yang terakhir untuk melakukan evaluasi dan dievaluasi.
Semua divisi akhirnya selesai dengan kendalanya
masing-masing. Tidak ada satu divisi pun yang luput dari kritik saya. kemudian
tibalah evaluasi untuk divisi acara. Pokok dari evaluasi adalah Kami kurang
koordinasi dan tidak menyiapkan rundown. Saya juga merasakan pokok dari
evaluasi mengarah langsung kepada saya. Singkat cerita, saya yang awalnya
berpikir kesabaran saya sudah cukup luas untuk menampung kritik, ternyata
salah. Emosi saya (lagi-lagi) terpancing. bukan tanpa alasan, tapi menurut saya
kritik yang dilontarkan untuk saya tidak memiliki dasar. Saya mengklarifikasi
semua evaluasi terutama dari ketua KMK dengan "membara". Andai bisa
jujur, saat itu rasanya sedih sekali. Mata juga rasanya gak sanggup untuk
bertahan, pengen Banget hujan. Tapi saya berusaha untuk tetap
bertahan dengan memalingkan wajah dari mata-mata yang menatap. Disini saya
belajar, bahwa memang yang baik menurut kita, belum tentu cukup baik dimata
orang. Dan saya juga belajar untuk lebih menghargai setiap keringat yang
tercurah diatas setiap usaha orang. Saya mengerti arti "lebih
mudah/menarik melihat sebuah titik di atas kertas putih, dari pada melihat
bagian kosong kertas itu" dan tidak ingin melihat hanya
pada titik tersebut.
21 Agustus 2014, hari kedua retreat. Panitia dan peserta
bangun pagi untuk senam. Kami senam dengan cara yang tidak biasa, menari,
melompat, berputar-putar, dan tertawa. Semua bergerak dengan gembira, tidak ada
lagi senam garing bin mbasyi. Kami bersyukur Tuhan masih
membangunkan dan memberikan udara segar pagi itu.
Setelah mandi dan sarapan, kami bermain kuis kitab Suci
yang akhirnya menghasilkan pemenang yang sama sekali tidak diduga. Lewat peserta
ini (laki-laki) saya tersadar untuk kesekian kalinya, bahwa Tuhan sedang
bekerja pada retreat kami. Saya yakin sekali dia akan berubah, akan terus
berkembang menjadi semakin baik dan semakin baik lagi. Saya seperti melihat
pribadi saya yang dulu pada dirinya. Saya yakin Tuhan akan bekerja luar biasa
pada dia saat dia sungguh sudah menyadari Kasih Allah.
Kalau di hari pertama kami belajar dan mengenal Apa itu
Katolik dan menyadari betapa besar Kasih Allah. Di hari kedua ini setelah kuis
Kitab Suci, kami siap untuk sesi Penyelamatan. Dalam sesi yang singkat ini kami
sadar berbagai macam cara dilakukan Allah untuk menyelamatkan manusia, termasuk
dengan mengutus anaknya Yesus Kristus untuk mati di kayu salib. Bagi siapa yang
percaya akan karya keselamatan itu, tidak akan binasa. Lalu ketika sharing,
saya kembali teringat akan karya penyelamatan yang dilakukan Tuhan. Saya Membagikan cerita itu
ke salah satu kelompok.
Meskipun banyak dari mereka sudah pernah mendengar kesaksian itu, tapi mereka
tetap mendengar apa yang saya ceritakan. Buat saya, karya keselamatan itu
memang selalu memiliki harga yang harus dibayar. Untuk itu, saya akan terus
melayani untuk membayar karya keselamatan yang Yesus berikan melalui bapak.
Dari sharing itu saya lagi-lagi sadar akan apa yang saya
lakukan pada ketua pelaksana dan ketua KMK. Saya mulai berusaha untuk memaafkan
dan menetralisir pikiran-pikiran negatif. Lagi pula, semua panitia hari ini
sudah sangat memperbaiki kinerja mereka dan sudah berfungsi sesuai tugasnya
masing-masing. Tuhan menunjukan lagi kuasaNya pada panitia.
12.30, kami siap memulai sesi “Menerima Karunia Allah”. Ini bukan kali pertama untuk saya.
Tapi setiap menerima sesi ini, saya sering merasa menyesal. Sering kali saya mengabaikan
karunia yang Tuhan berikan. Seperti perumpamaan “tuan dan hamba yang jahat”,
saya seperti hanya menimbun dan mengubur karunia yang Tuhan berikan. Perasaan
tidak pantas dan tidak layak juga datang membelenggu. kenapa? ya, karena dosa.
Jeratan dosa membuat saya ragu menggunakan karunia yang Tuhan berikan. Saya
merasa sangat malu. Tak terhitung berapa kali Tuhan memaafkan saya. Tapi masih
saja saya jatuh kelubang yang sama.
*doa: Tuhan, maafkan aku. Bantu aku
untuk berubah. Bantu aku lepas dari ikatan dosa yang begitu erat membelenggu. Aku
ingin berterimakasih atas segala yang Kau beri dalam hidupku ini. Aku mau
melayaniMu seturut kehendakMu. Bantu aku untuk lebih peka mendengar suaraMu.
Kuatkan aku atas segala godaan dunia yang sering kali menghancurkan hubunganku
denganMu.
Menjelang sore suasana semakin tenang.
Panitia mulai sibuk mempersiapkan Healing Memories, sementara peserta mandi dan
mempersiapkan persembahan untuk misa kreatif.
Kira-kira jam tujuh malam, seluruh
peserta dan panitia sudah siap mengikuti Healing
Memories. Sesi ini diharapkan bisa membantu seluruh peserta untuk menyadari
kesalahan-kesalahannya lalu kemudian bisa mulai memaafkan orang-orang yang
menyakitinya.
Suasana semakin hening ketika lampu
mulai dipadamkan dan lilin-lilin yang membentuk tanda kemenangan dinyalakan.
Pemusik mulai memainkan instrument untuk menciptakan suasana yang hening dan
nyaman. Narasi dibacakan. Cerita tentang mama dan kasih sayangnya ternyata
sungguh menyakitkan untuk kami. Kami tidak pernah sadar betapa sayangnya mama kepada
kami. Kami ternyata begitu tidak perduli, atau bahkan begitu jahat kepada mama.
Sering kali kami menyakiti hati mama yang sudah begitu sabar menghadapi tingkah
nakal kami. Isak tangis perserta dan suasana yang begitu sedupun akhirnya
membuat saya ikut memejamkan mata. Bait demi baik saya dengarkan, dan bayangan
mama muncul begitu nyata. Semua kesalahan yang saya lakukan tergambar jelas
dalam hati dan pikiran saya. Air mata mulai mengalir membasahi pipi. Saya terus
berdoa dan meminta maaf atas segala dosa yang saya lakukan. Saya teringat akan
sebuah janji. Sebuah janji untuk membahagiakan mama dan tidak akan membuat mama
bersedih. Tapi ternyata saya gagal memenuhi janji itu. Kesedihan yang teramat
sangat begitu terasa. Untuk kesekian kalinya saya memohom kepada Tuhan untuk
mengizinkan saya membahagiakan mama. Tangisan saya mulai mereda ketika doa dan permohonan
sudah tersampaikan pada Tuhan.
Berikutnya narasi tentang ayah
dibacakan. Narasi ini begitu jelas menggambarkan sosok ayah yang saya miliki.
Bapak sekarang sudah tidak bersama saya, tapi kenangannya tidak akan pernah
saya lupakan. Bapak mengajarkan banyak hal, meskipun banyak hal juga yang saya
lewatkan. Tapi saya sungguh bersyukur dan bangga memiliki bapak seperti beliau.
Sudah tidak ada kesedihan yang saya rasakan. Bukan karna saya tidak menyayangi
bapak, tapi lebih karena saya sudah bisa memaafkan diri saya dan menghapus
dendam yang ada dalam hati saya. Bapak benar-benar jadi karya keselamatan Tuhan
untuk saya. Dan saya sangat bersyukur untuk itu.
Yang terakhir adalah narasi tentang
teman/orang-orang terdekat. Mereka yang pernah menyakiti saya. Disini saya
membayangkan paman saya yang sering kali bertindak curang dalam usaha yang
ditinggalkan bapak untuk saya. Moment itu saya gunakan untuk mendoakannya dan
meminta pertolongan tuhan untuk mengubahkan sifatnya. Saya juga memohon
kebesaran hati agar bisa memaafkan beliau. Setelah selesai, bayangan lain
muncul. saya tidak pernah menaruh dendam, kesal, atau kecewa kepadanya. Sulit
dikatakan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi mungkin ini adalah murni kesalahan
saya. Saya yang memang belum menyiapkan ladang
untuk menerima hujan. Dia adalah wanita yang sudah setahun lebih saya
kenal. Dulu mungkin hanya sebatas suka-sukaan. Tapi belakangan, perasaan itu
berubah jauh, meningkat jauh. yaaaa, saya tidak bisa menjelaskan secara gamblang
disini. Cukup saya dan Tuhan yang tau. Intinya saya ingin ikhlas, dan meminta
Tuhan untuk selalu memberi yang terbaik untuk dia. Saya masih memohon supaya
Tuhan bisa mendekatkan saya dengannya. Tapi saya tidak mau memaksa, saya tidak
mau khawatir. Saya percaya apa yang saya butuhkan pasti Tuhan berikan tepat
pada waktunya.
Setelah Healing Memories selesai, kami masuk kedalam misa. Misa
rekonsiliasi dipimpin oleh Romo Anto. Ternyata Romo Anto pernah bertugas di
Paroki St.Thomas, Depok. Dan ternyata Romo Anto lah jembatan dalam seminar
Pernikahan Beda Keyakinan yang saya ketuai dua tahun lalu. Saat homili, Romo
mengajukan sebuah pertanyaan kepada beberapa peserta dan panitia. Dan yang
beruntung menjawab pertama kali adalah saya. Saya sangat bingung harus menjawab
apa. Kalo boleh jujur, sebenarnya saya tidak mengerti arah pertanyaan itu. Tapi
akhirnya saya menjawab juga. Siapa sangka jawaban itu ternyata malah jawaban
terbodoh yang saya berikan. hahahaha Sampai detik ini, saya masih tertawa saat
mengingat jawaban itu. (Mau tau apa pertanyaan dan jawabannya? Tahun depan ijut
retreat ya)
Diakhir misa, peserta memberikan
secarik kertas berisikan penyesalan dan dosa-dosa mereka untuk didoakan
kemudian dibakar. Romo memberkati dan memberikan surat-surat itu untuk dibakar.
Misa selesai dengan Berkat yang diberikan Romo pada kami.
22.00 Misa selesai, molor dari jadwal
yang divisi acara tetapkan. Tapi semua rangkaian acara harus tetap terlaksana.
Setelah Dosa dan penyesalan dibakar (simbolik), kami siap untuk merayakan
kemenangan ini. Kami percaya belenggu dosa telah dipatahkan. Kami mengizinkan
Roh Kudus bekerja didalam setiap hati kami. Berikutnya para peserta bersaksi
apa saja yang mereka rasakan. Ada 4 peserta yang memberi kesaksian. Pada intinya
mereka bersyukur mengikuti retreat ini. Banyak hal yang mereka dapat. Mulai
dari ke Katolikan, Ekaristi, Pengampunan, Kebahagiaan, dan Pertemanan. Setelah
kesaksian kami bernyanyi dan memuji Tuhan sebagai Celebration. Kami memanjatkan puji dan syukur, kemudian menutupnya
dengan doa istirahat malam.
Sebelum tidur, rangkaian acara yang
terakhir adalah pelepasan Lampion. Lampion melambangkan pengharapan. Para
peserta dan panitia di berikan Label untuk menuliskan harapan-harapan mereka.
Lebel itu kemudian akan ditempelkan pada lampion untuk kemudian diterbangkan.
Peserta sungguh amat sangat terlihat bahagia dan puas dengan apa yang sudah
mereka lakukan. Mereka berharap semua yang mereka tulus dapat dikabulkan Tuhan.
Ketika semua lampion sudah berhasil
diterbangkan, dan semua harapan ikut mengudara bersama lampion. Peserta kembali
kekamarnya masing masing untuk istirahat.
Panitia dan team pembicara berkumpul
di aula untuk Evaluasi. Dimulai dari Om Stef, Om Sukardi, kemudian Kevin SP.
Secara keseluruhan mereka menilai acara berhasil. Semua peserta menikmati dan
mengikuti setiap sesi dengan baik. Peserta Proaktif, lagi lagi indikatornya
adalah tidak ada peserta yang mengobrol atau bahkan main HP saat sesi. Peserta
juga sudah tidak malu-malu bernyanyi dan menari mengikuti gaya WL. Panitia juga
dinilai sudah mampu memperbaiki kinerja. Dibandingkan dengan hari pertama, Hari
kedua sudah sangat jauh lebih kompak.
Evaluasi kali ini saya sangat senang.
Apa yang menjadi bahan evaluasi kemarin mampu diperbaiki. Walaupun masih ada
kekurangan, but over all sudah sangat baik. Kami menyusun kembali waktu dan
acara untuk nanti pagi(rapat sudah sampai jam 01.30). Panitia sudah mulai lelah
sampai ada yang ketiduran di Aula. Meskipun begitu, Tidak ada sama sekali
ekspresi BT di wajah mereka. Tuhan benar benar Bekerja. Kuasanya nyata dalam
kepanitiaan Retreat. Satu hal lagi yang jadi pembahasan dalam rapat yaitu
tentang Stipendium. Dana kami yang
amat Pas-pasan membuat kami bingung untuk menyiapkan stipendium. Kami sungkan jika memberi stipendium kecil karena takut
dikira meremehkan atau tidak menghargai. Tapi disisi lain kondisi keuangan
panitia memang sungguh mengkhawatirkan. Dan disana akhirnya kami putuskan untuk
hanya memberikan Kolekte sebagai Stipendium. Itupun kami masih khawatir kalau-kalau
hasil kolekte hanya sedikit. Entah dari mana datangnya, tapi saya yakin Roh
kuduslah yang bekerja. Saya berkata, “Yaudah tenang, jangan Khawatir. Percaya
aja, Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan tepat pada waktunya. Imani
itu”. Semua menjawab dengan “Amin” dan rapat dilanjutkan kembali.
22 Agustus 2014, Kami kesiangan
bangun. Beruntung semua panitia dapat bertindak cepat untuk mendukung acara.
Terjadi perubahan dan perputaran rundown agar semua rangkaian acara dapat tetap
terlaksana. Singkat cerita akhirnya keterlambatan dapat dikejar dan sesi
terakhir dapat berjalan tepat waktu.
“Dipilih Untuk Melayani”, Judul sesi
ini diangkat dengan maksud para peserta dan panitia bisa terus mendengar
panggilan Allah. Mereka yang ada dalam retreat ini adalah orang-orang pilihan
Allah, orang-orang terbaik menurut Allah. Panitia dan peserta belajar untuk
tidak hanya Melayani pekerjaan Kristus, Tapi juga melayani Kristus. Melayani
pekerjaan Kristus dan Melayani Kristus adalah dua hal berbeda. Saya berkaca
pada diri saya, saya mengerti dan menjadi tau. Ternyata selama ini sering kali
saya hanya melayani pekerjaan Kristus. Saya sering lupa dan malas melayani Kristus.
Saya menjadi pribadi yang mungkin tidak dikenal Kristus. Dari sana saya tau dan
ingin merubah cara hidup melayani ke arah yang lebih baik.
10.00 sesi selesai dan persiapan Misa
dilakukan. Misa perutusan dilakukan dengan situasi yang sangat hening tanpa ada
yang mengantuk. Semua antusias untuk misa Perutusan ini. Semua berkat
penjelasan Ekaristi pada sesi “Seberapa Katolikah Aku”. Sebagai persembahan
Misa, peserta memberikan mading yang mereka buat serta mementaskan Pantomim.
Pantomim menceritakan tentang “Menularkan Kebaikan”. Setelah semua selesai,
Romo memberkati dan mengalungkan kalung Salib sebagai simbol perutusan kepada
peserta, panitia, dan team pembicara.
Acara retreat ditutup dengan
diberikannya Berkat kepada kami. kalimat “Pergilah, Kita diutus” menjadi tanda
berakhirnya Retreat. Puji dan Syukur kalo akhirnya kami berhasil menyelesaikan
pelayanan ini. Kami pergi ke ruang makan dan berdoa makan bersama sebelum
kembali ke Depok serta Kalimalang. Doa dipimpin peserta putra terbaik. Setelah
makan kami melakukan ritual Foto bersama. Tapi kali ini Foto bersama tanpa Romo
dan Om Sukardi karena mereka sudah pulang untuk pelayanan selanjutnya. Semua tersenyum,
tertawa, dan bahagia. Semoga apa yang didapat pada retreat ini dapat menjadi api
dalam pelayanan. Semoga Roh Kudus yang sudah tercurah, dapat menjadi penggerak
dalam pelayanan, dapat menjadi pemandu dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan
Memberkati Kita Semua…
Jempol
jempol!
(angkat jempol kanan)
Jempol jempol! (angkat jempol kiri)
SYALUTTTT! (angkat dua jempol)